Rabu, 05 September 2012

Saatnya Melindungi Sepenuh Hati


AIA Financial Protection CalculatorAIA Financial
Kesenjangan proteksi (protection gap) asuransi jiwa masih banyak terjadi di kalangan masyarakat. Bagaimana menata ulang proteksi keluarga Anda untuk perlindungan sepenuh hati?
Sejauh ini kehidupan keluarga muda pasangan Irwan – Yanti baik-baik saja. Mereka berbahagia dengan dua buah hati yang masih kecil, meski gaya hidupnya sederhana. Namun, mala petaka itu membuat semuanya berubah. Secara mendadak, Irwan (35 tahun) tewas akibat kecelakaan maut atas motor yang dikendarainya. Yanti (30 tahun) pun shock karena dia hanya ibu rumah tangga dan tulang punggung keluarga telah tiada.
“Ketika suami saya meninggal dunia dalam keadaan jobless,” ucap Yanti. Tak pelak, dia makin stres. Jangankan memikirkan untuk biaya hidup jangka panjang, saat suami wafat pun tiada uluran tangan finansial yang dapat diharapkan. Dia hanya pasrah, nasib ada di tangan Tuhan, begitu pikirnya.
Beberapa hari setelah pemakaman almarhum Irwan, kegalauan Yanti sedikit terobati. Pasalnya, dia didatangi seorang teman, namanya Wulan, yang memberikan secercah harapan. Kebetulan Wulan agak paham soal asuransi. “Apakah Irwan memiliki polis asuransi,” tanya Wulan kepada Yanti. Pertanyaan itu membangkitkan semangat Yanti karena dia ingat bahwa sang suami pernah membeli produk asuransi jiwa dengan premi Rp 90 ribu per bulan. Saat itu juga mereka mengurusnya ke perusahaan asuransi yang bersangkutan. Beberapa hari kemudian, klaim asuransi itu cair.
Alhamdulilah kami mendapat klaim asuransi jiwa atas kematian sebesar Rp 200 juta. Apalagi ada tambahan santunan Rp 20 juta untuk biaya pendidikan anak-anak,” ujarnya dengan nada penuh syukur sembari beruraian air mata. Hari ini dia membuktikan secara nyata manfaat asuransi yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup keluarganya.
Setelah kejadian ini, Yanti menggunakan duit Rp 200 juta untuk membeli beberapa rumah petak untuk dikontrakkan. Tujuannya, untuk mendapatkan passive income sebagai dana penyambung hidup saban bulan. Juga, berdagang kecil-kecilan buat uang jajan kedua anaknya. Tak lupa, dari sebagian dari hasil pemasukaannya itu dibelikan lagi polis asuransi jiwa yang sudah teruji keuntungannya bagi ahli waris pemegang polis.
Lain lagi kisah Fitri (37 tahun). Betul, wanita single yang bekerja di sebuah media nasional itu memang telah mengantongi polis asuransi kesehatan dari kantor tempatnya bekerja. Tapi, masalahnya apakah nilai pertanggungan asuransinya atau proteksi sudah mencukupi? Fitri hanya menggelengkan kepala saat ditanya hal itu.
Fitri punya pengalaman pahit soal proteksi asuransi yang tidak memadai. Diceritakannya, beberapa waktu lalu dia harus menjalani operasi tumor payudara, bahkan dirujuk ke rumah sakit di Singapura. Bisa ditebak, biayanya pun membengkak. “Pengobatan saya di luar negeri menghabiskan dana puluhan juta, sementara nilai proteksi asuransi dari kantor cuma makimal Rp 10 juta,” kenangnya pilu.
Nah, pelajaran dari musibah itu, lanjut Fitri, dirinya harus memproteksi diri dengan nilai pertanggungan yang memadai. Itulah sebabnya, sejak saat itu dia membeli lagi polis asuransi kesehatan yang dibayar secara pribadi. “Asyiknya produk asuransi saya itu juga bermuatan investasi. Namanya unit link, benefit-nya ganda: proteksi sekaligus investasi, Bayar preminya sekitar Rp 300 ribu per bulan,” dia menuturkan. Sekarang, Fitri sudah berkeluarga dan menetap di Swedia mengikuti suaminya yang bekerja di sana. Rencananya, dia dan suami akan menambah polis asuransi jiwa dan kesehatan bila sudah memiliki momongan.
Berbeda dengan Yanti dan Fitri, pengalaman yang dialami oleh Tiara lebih dramatis lagi. Sungguh ironis memang, Tiara (40 tahun) yang dikenal sebagai agen penjual asuransi jiwa perusahaan multinasional, justru tidak memiliki polis asuransi satu pun. Celakanya, tahun 2011 Tiara meninggal dunia setelah melawan penyakit kanker serviks yang dideritanya setahun terakhir. Dia terlambat berobat. Sebab, ketika memeriksakan kesehatan ke dokter, dia langsung divonis kanker stadium empat. Bisa dibayangkan betapa sedih dan banyaknya biaya yang terkuras selama masa pengobatan.
“Saya harus menjual rumah yang kami beli secara susah payah selama bertahun-tahun bekerja untuk biaya pengobatan kanker isteri saya,” kata Donny, suami tercinta Tiara. Tragis memang, sudah rumahnya harus dilego, isteri pun tidak tertolong jiwanya. Nah, dengan pengalaman buruk ini, Donny tidak mau terulang lagi. Itulah sebabnya, kini dia membentengi diri dengan membeli produk asuransi jiwa dan kesehatan, terutama yang ada perlindungan penyakit kritis.
Problem yang dialami Yanti, Fitri dan Tiara sering kita jumpai di kalangan masyarakat Indonesia. Ini masalah klasik. Banyak masyarakat yang tidak memiliki asuransi. Kalau pun sudah punya asuransi, faktanya proteksinya tidak mencukupi. Niatnya melindungi sepenuh hati, tapi kok jadinya setengah hati?
Celakanya, ketika musibah itu datang, aktivitas penderita atau pencari nafkah utama terancam terganggu karena harus menjalani pengobatan yang membutuhkan biaya tak terduga. Akibatnya, orang-orang tercinta kena dampaknya. Di sisi lain, biaya pengobatan terus membengkak. Bahkan, di Indonesia dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan 10-14% (Global Medical Trends Survey Report tahun 2011 dari Towers Watson).
Tidak bisa dimungkiri penetrasi asuransi jiwa kita masih rendah, karena mayoritas masyarakat belum paham manfaatnya. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim mengatakan, kecilnya penetrasi asuransi jiwa itu karena masyarakat masih belum yakin bahwa masa depannya akan terjamin dengan masuknya mereka ke asuransi. Menurutnya, Indonesia berpenduduk ke-4 terbesar di dunia (238 juta jiwa), tapi penetrasi asuransinya masih di bawah 5%.
Pendapat Tatang Widjaja menguatkan indikasi tersebut. “Penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih rendah, sekitar 1-2% dari total populasi yang insurable, yaitu sekitar 29-30 juta orang. Sedangkan pertumbuhan industri asuransi secara keseluruhan tahun 2012 sekitar 19-25%,” jelas Presiden Direktur PT Asuransi Jiwa Sequislife itu menganalisa.
Pepatah bilang ada sebab, ada musabab. Begitu halnya minimnya peserta asuransi. Mengapa masyarakat enggan berasuransi? Banyak sebab, pakar asuransi pun angkat bicara. Menurut Profesor Hasbullah Thabrany, Guru Besar Universitas Indonesia, rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia disebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan sistem jaminan sosial yang tidak diwajibkan. Persepsi masyarakat Indonesia masih menganggap risiko itu di tangan Tuhan. Mayoritas masih berpikiran jangka pendek dan belum peduli resiko.
Sebab lain? Ada beberapa mitos yang memengaruhi. Pertama, mitos “saya masih muda dan sehat, sehingga tidak perlu asuransi”. Faktanya, musibah atau kematian bisa datang kapan saja tanpa mengenal usia dan kondisi.
Mitos kedua, “asuransi itu preminya mahal”. Faktanya, beli asuransi dengan premi Rp 250 ribu per bulan juga ada. Jumlah ini relatif tidak mahal jika kita bandingkan dengan kebutuhan untuk beli jajanan yang mencapai sekitar Rp 8.000 per hari. Bandingkan bila Anda harus ngopi di kafe yang mencapai Rp 30 ribu per gelas atau beli rokok Rp 10 ribu per bungkus. Padahal, dengan premi Rp 250 ribu per bulan untuk beli unit link misalnya, akan menghasilkan dana Rp 1 miliar selama 55 tahun masa kepesertaan asuransi. Jadi, dengan menyisihkan dana yang tidak besar selama puluhan tahun, tidak disangka Anda akan mendapat manfaat dana hingga Rp 1 miliar.
Lalu, mitos ketiga: “klaimnya tidak dibayar”. Faktanya, banyak orang yang tidak paham dengan produk asuransi yang dibelinya itu meng-cover apa saja. Ini kesalahan nasabah dan agen yang tidak kritis terhadap polis yang dibeli. Selain itu, nasabah tidak menginformasikan soal polis asuransi kepada ahli warisnya.
Juga, mitos bahwa “takut uangnya akan hangus”. Faktanya, premi yang dibayar akan dikembalikan dalam bentuk uang pertanggungan/uang santunan. Dan itu nilainya jauh lebih besar dari nilai premi yang dibayar jika terjadi kematian. Bila tidak terjadi kematian akan ada nilai tunai yang besarnya ditentukan oleh seberapa lama dia menjadi nasabah.
Studi Protection Gap AIA-Markplus Insight
Hasil survei AIA Financial dan Markplus Insight yang bertajuk “Understanding Protection Gap of Life Insurance in Indonesia” menemukan indikasi minimnya penetrasi asuransi jiwa di Tanah Air. Survei itu dilakukan sejak Juli – September 2011 dan melibatkan 1.208 responden di 10 kota, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, dan lainnya.
Bagaimana hasil surveinya? Fakta yang ditemukan adalah terjadi selisih antara kepemilikan dana dan rata-rata total dana yang dibutuhkan sebesar 77%. Artinya, keluarga yang siap hanya 23%. Sementara itu, nilai kesenjangannya sebesar Rp 105,7 juta per keluarga. Padahal, idealnya tiap keluarga memiliki dana proteksi Rp 137,5 juta per tahun. Itu artinya, hingga sekarang rata-rata keluarga di Indonesia hanya menyediakan dana proteksi Rp 21,8 juta saja.
Ade Bungsu, Chief Marketing Officer AIA Financial, mengungkapkan temuan lain. Faktanya, sebanyak 60% penduduk tidak memiliki asuransi atau dana cadangan untuk memproteksi diri dan keluarga dalam mengantisipasi risiko kesehatan. Padahal, penting sekali proteksi yang optimal, komprehensif, dan holistik dalam setiap tahap kehidupan. “Penetrasi asuransi jiwa di Indonesia baru mencapai 17,5% dari sekitar 60 juta keluarga di Indonesia,” tukas eksekutif berkacamata ini. Secara nasional, kesenjangan perlindungan untuk seluruh keluarga Indonesia diperkirakan mencapai Rp 6.128 triliun.
Itulah sebabnya, AIA bermaksud untuk membangun pemahaman masyarakat terhadap kesenjangan proteksi. Kita perlu mengantisipasi setiap risiko yang terjadi, termasuk penyediaan asuransi kesehatan. Misalnya rawat inap, kecelakaan yang mengakibatkan cacat tubuh, perawatan penyakit kritis, serta kematian. “Kami mengajak keluarga di Indonesia untuk kembali ke asuransi yang konsep dasarnya adalah proteksi. Makanya AIA melakukan kampanye yang disebut dengan WE PROTECT,” tegas Ade.
Lantas, solusinya bagaimana?
Ketua Bidang Channel Distribusi AAJI, Oemin Handayanto, mengatakan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat berasuransi harus melibatkan semua pihak, tidak terkecuali pemerintah dan perusahaan asuransi itu sendiri. Pemerintah bisa membantu penguatan edukasi di lapangan, sedangkan perusahaan asuransi juga jangan pernah menyerah untuk terus agresif menyosialisasikan pentingnya asuransi dengan nilai proteksi yang memadai.
Dijelaskan Ade, masyarakat tidak perlu merencanakan persiapan bagi tanggungan mereka. Cara termudah untuk melakukannya adalah cukup dengan bertanggung jawab melindungi diri sendiri, sehingga orang yang dicintai dapat melanjutkan sisa hidupnya tanpa kesulitan keuangan karena ketidakhadiran pencari nafkah atau saat pencari nafkah mengalami cacat permanen.
“AIA Financial sebagai perusahaan asuaransi global, dapat berbagi keahlian dan pengetahuan menghadapi masalah kesenjangan itu dan komit untuk memenuhi kebutuhan proteksi dan tabungan masyarakat. Namun, AIA juga membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat untuk bertanggung jawab mengatasi kesenjangan perlindungan dengan menjembatani keadaan tersebut sedini mungkin,” Ade menguraikan lebih detail.
Seluruh segmen masyarakat menjadi target pasar AIA. Semua pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan nasabah. Ada produk tradisional (asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri), unit link, syariah, program kesejahteraan karyawan, program pesangon dan dana pensiun. Jalur distribusinya juga bisa dipilih, seperti agency, bancassurance, telemarketing dan corporate solutions.
Tidak kalah pentingnya adalah meningkat kualitas agen asuransi sebagai ujung tombak perusahaan. Namun, hingga akhir 2010, dari total 242.984 agen, baru 93.998 agen asuransi jiwa yang tersertifikasi (38,6%). Akibatnya, kita belum bisa sepenuhnya berharap agen-agen asuransi jiwa menjadi konsultan keuangan sebagaimana diinginkan AAJI.
Malahan berdasarkan survei kepuasan pelanggan asuransi jiwa yang pernah dilakukan Riset SWA, beberapa hal yang dibutuhkan nasabah di antaranya: tingkat pengembalian investasi yang menrik (unit link); kualitas layanan call center; mutu agen asuransi; kemampuan staf customer service; informasi tepat waktu; keragaman fasilitas pembayaran premi (autodebet, ATM, kartu kredit, dsb); website yang informatif; kunjungan agen secara rutin; polis mudah dipahami; cepat dan akurat merespons keluhan nasabah; kecepatan membayar manfaat polis/klaim.
Cara Mendapatkan Proteksi Maksimal
Bila sudah tertarik membeli asuransi, bagaimana caranya agar mendapatkan proteksi yang optimal? Menurut AIA ada kiat khusus. Pertama, ketahui cakupan proteksi Anda. Artinya, Anda perlu tahu jumlah proteksi yang disediakan perusahaan di mana Anda bekerja. Perhitungkan apakah jumlahnya sudah mencukupi seluruh kebutuhan setelah terjadinya risiko.
Tips kedua, ketahui prioritas Anda. Maksudnya, dengan memiliki asuransi, Anda akan terproteksi dan dapat diandalkan dalam menghadapi risiko tak terduga. Alokasikan dana untuk tabungan dan asuransi yang besarnya seimbang, hingga dapat saling mendukung.
Ketiga, pahami risiko Anda. Lingkungan, profesi dan penyakit bawaan dapat meningkatkan risiko. Bangkitkan kesadaran akan risiko diri, dan usahakan memiliki asuransi yang mampu memberikan proteksi optimal terhadap risiko-risiko tersebut.
Cara keempat, belajar mengelola keuangan. Mengajarkan sejak dini kepada anak-anak tentang pengelolaan keuangan, akan menjadikan mereka mandiri dan cerdas, hingga kelak mereka akan mampu mengelola keuangan.
Terakhir, banyak diskusi. Konsultasikan kondisi keuangan Anda dengan ahli perencana keuangan, atau keluarga/teman yang paham soal ini. Buang rasa malu untuk diskusi. Perencanaan matang, membuat Anda lebih siap menghadapi keadaan terburuk.
Berapa sih idealnya alokasi dana untuk asuransi (jiwa/kesehatan)? Menurut pakar investasi Roy Sembel dalam bukunya berjudul “Smart Investment & Insurance Protection for Ordinary Family”, bila Anda membutuhkan asuransi jiwa untuk tujuan khusus, seperti biaya pendidikan anak, perhitungan uang pertanggungan yang dibutuhkan lebih mudah. Caranya, hitung pendapatan kotor Anda dikalikan minimal 6 atau 10 kali dari pendapatan bersih.
Opini Roy dikuatkan oleh pendapat Aidil Akbar Madjid. Financial planner itu menyodorkan dua alternatif cara. Pertama, pendekatan pengalihan pendapatan. “The American Council of Life Insurance (ACLI) menyarankan bahwa proteksi asuransi jiwa harus 5 – 7 kali pendapatan kotor tahunan,” jelas Akbar. Jumlah yang dibutuhkan bervariasi, tergantung ukuran keluarga, tujuan, pendapatan bersih, biaya dan pendapatan di masa yang akan datang, serta kebutuhan gaya hidup.
Cara kedua adalah pendekatan kebutuhan. Metode ini memperhitungkan seberapa banyak keluarga yang menjadi tanggungan bila pencari nafkah utama meninggal dunia. Bila Anda menggunakan pendekatan ini, pertimbangkan empat jenis kebutuhan berikut ini. Yaitu dana darurat, dana khusus untuk kebutuhan spesifik (utang KPR, KPM, biaya pendidikan anak,dsb), dana pensiun untuk suami/isteri dan anggota keluarga, serta dana pendapatan keluarga untuk mendukung kehidupan keluarga sampai mandiri.
Terlepas dari masih adanya kesenjangan proteksi asuransi jiwa di tengah masyarakat, yang jelas prospek bisnis asuransi kelak diyakini semua pihak masih seksi dan menggiurkan. Tidak percaya? Simak penuturan. Peter J. Crewe yang menilai potensi industri asuransi jiwa di Indonesia masih sangat besar seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita penduduk Indonesia. “Kami melihat potensi yang sangat besar di Indonesia, apalagi sekarang Gross Domestic Product (GDP) per kapita sekitar $3.500. Industri asuransi akan tumbuh sangat cepat jika GDP per kapita mencapai US$10.000. Di jakarta hal ini sudah tercapai,” ucap Presiden Direktur AIA Financial, itu. Dan AIA akan memosisikan untuk mengambil pasar asuransi proteksi.
Bahkan, menurut Hendrisman, industri asuransi Indonesia tahun 2012 diprediksi akan mengalami pertumbuhan 25 – 30%, dipacu oleh meningkatnya pangsa pasar di segmen kelas menengah hingga bawah. Industri ini juga mempunyai visi jangka menengah dengan target aset industri bisa mencapai Rp 500 miliar pada 2014. Untuk mencapai hal itu harus dilakukan efisiensi infrastruktur keuangan dengan meningkatkan kompetisi dan membawa seluruh perusahaan menjadi pemain dalam industri

http://swa.co.id/corporate/corporate-action/saatnya-melindungi-sepenuh-hati#.UEgvIA_axmY.blogge

Tidak ada komentar:

Posting Komentar